NGOPILOTONG.COM - Pasukan pengibar bendera pusaka atau paskibraka yang bertugas mengibarkan sang saka merah putih menjadi perhatian publik menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-78. Namun, di balik kegagahan dan kompaknya para paskibraka, tepatnya 78 tahun lalu, hanya ada tiga orang yang mengibarkan sang saka merah putih pada 17 Agustus 1945. Profilnya sebagai berikut :
1. Latief Hendraningrat
Sebagaimana dikutip oleh p2k.unkris.ac.id, Abdul Latief Hendraningrat adalah anggota PETA berpangkat Sudanco dan pengerek bendera pertama Sang Saka Merah Putih. Orang pribumi ini lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911 dan meninggal pada 14 Maret 1983.
Sebelum proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Latief memainkan peran penting dalam mendesak Soekarno-Hatta untuk melakukannya. Dia bahkan ditugaskan untuk menjaga lokasi proklamasi ketika proklamator diculik ke Rengasdengklok.
Latif kemudian ditugaskan untuk mengibar bendera dan mengikuti Bung Karno dan Bung Hatta saat membaca teks proklamasi. Latief memutuskan untuk bergabung dengan TNI tak lama setelah kemerdekaan.
Latief ditunjuk sebagai atase militer atau Athan Republik Indonesia untuk Filipina pada 1952, dan dia tinggal di Washington DC sampai 1956. Setelah itu, dia diangkat menjadi pemimpin Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, yang sekarang disebut Seskoad.
2. Suhud Sastro Kusumo
Selain itu, Suhud Sastro Kusumo membantu Latif Hendraningrat mengibarkan sang saka merah putih. Sebelum itu, pria kelahiran 1920 ini ditugaskan untuk menjaga keamanan keluarga Bung Karno karena dia terlibat dalam Barisan Pelopor, kelompok yang didirikan oleh Jepang.
Pada 16 Agustus 1945, kelompok pemuda yang memulai peristiwa Rengasdengklok menculik Soekarno, memungkinkan Suhud untuk melarikan diri. Namun, pada hari proklamasi, Suhud diminta untuk membuat tiang bendera dari bambu di teras rumah proklamator, yang kemudian diberikan kepada Sang Merah Putih untuk ditarik Latief.
3. Surastri Karma (SK) Trimurti
Salah satu tugas yang diberikan kepada SK Trimurti, seorang wartawan, penulis, dan guru Indonesia, adalah untuk menggerakan bendera. Namun, SK Trimurti menolak untuk melakukannya dan menyerahkannya kepada prajurit, yaitu Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo.
Meskipun demikian, wanita yang lahir pada tanggal 11 Mei 1912 ini memiliki kesempatan untuk menjadi jurnalis selama masa penjajahan Hindia Belanda. Bahkan selama pendudukan Jepang, Trimurti pernah ditangkap dan dipenjara karena bekerja untuk beberapa koran Indonesia, termasuk Pesat, Genderang, Bedung, dan Akal Rakyat.
Istri Sayuti Melik ini diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin setelah kemerdekaan. Dari tahun 1947 hingga 1948, ia menjadi anggota Eksekutif Partai Buruh Indonesia.
Selain itu, SK Trimurti bergabung dengan organisasi perempuan Indonesia, yang dikenal sebagai Gersiw, pada tahun 1950, dan kemudian menjadi penandatangan Petisi 50, yang menentang penggunaan Pancasila dalam politik Soeharto. SK Trimurti meninggal dunia pada 20 Mei 2008 di RSPAD Gatot Subroto (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat).
Baca Berita Lainnnya di Google News
0Komentar