BRO UPDATE, Jakarta — Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini secara tegas menolak rencana penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia menilai kawasan yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Global Geopark itu adalah zona konservasi penting, sehingga tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan ekstraksi mineral.

“Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah surga biodiversitas laut dunia. Jangan rusak demi ambisi hilirisasi nikel,” kata Novita dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (4/6).

Penolakan tersebut muncul setelah beredar laporan potensi eksploitasi nikel di pesisir Raja Ampat—wilayah yang dikenal sebagai salah satu ekosistem laut terkaya di dunia. Daerah ini terdiri atas lebih dari 610 pulau dan menjadi habitat 75 persen spesies laut global, termasuk 540 jenis karang serta lebih dari 1.500 spesies ikan.

Politikus PDI Perjuangan itu juga menyinggung aspek hukum. Ia mengutip Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang membatasi pemanfaatan wilayah seperti Raja Ampat hanya untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian.

“Tak satu pun pasal yang mengizinkan penambangan mineral di sana. Setiap aktivitas tambang berarti melanggar hukum dan merusak ekologi,” ujarnya.

Dari sisi ekonomi, Novita menegaskan pariwisata telah memberi kontribusi signifikan terhadap PAD. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, sektor ini menyumbang sekitar Rp 150 miliar per tahun dengan rata-rata 30 ribu kunjungan wisatawan—70 persen di antaranya turis mancanegara.

“Nilai ekonomi Raja Ampat terletak pada lautnya yang lestari. Jika dirusak, kita kehilangan alam, budaya, dan mata pencaharian masyarakat lokal,” tutupnya.

Hingga berita ini diturunkan, pemerintah pusat maupun Pemprov Papua Barat Daya belum memberikan pernyataan resmi terkait isu penambangan nikel di Raja Ampat.